Minggu, 02 Oktober 2011

Mutiara Tauhid Bab Iman 2

Tanya: Bagaimana mengesakan Zat Allah,bagaimana mengesakan Sifat Allah, dan bagaimana mengasakan Af’al Allah?

Jawab: Mengesakan Zat Allah itu yaitu tiada yang maujud didalam alam hanya Allah,wujud “ghairullah” itu tidak ada pada hakikat,59) hanya seperti wujud bayang-bayang tiada hakikat baginya.
Jawab: Megesakan Sifat Allah itu yaitu tiada yang hidup,mengetahui,berkehendak,mendengar,melihat,berkata,pada hakikat melainkan hanya Allah ta’la60) adapun zahir sifat ini kepada makhluk  tempat memandang sifat tuhan yang zahir kepada makhluk,Yakni bayang-bayang sifat tuhan kepada hamba61) , mustahil bayang-bayang dengan tiada wujud yang mempunyai bayang-bayang itu, mustahil pula bergerak bayang-bayang itu sendirinya,mustahil pula bercerai bayang-bayang dengan yang punya bayang-bayang,misal ini hanya untuk menghampiri faham.62) sesungguhnya Allah ta’la maha suci dari pada misal (tasbih),hanya bayang-bayang itu adanya barang yang bertubuh dan beku,seperti kayu dan batu, Zat Allah tiada ‘ain,(materi/jisim yang tersusun,) ibarat ini hanya tempat zahirnya , seperti wujud nur matahari menunjukkan adanya matahari.63)
Jawab: Mengesakan Af’al Allah itu yaitu tiada yang mempunyai perbuatan,dalam alam hanya perbuatan Allah, tidak ada perbuatan makhluk seberat zarrah jua dalam alam64)
Dan jika engkau sangka65) ada perbuatan dan ikhtiar itu bagi makhluk biar sebesar zarrah pun, maka engkau itu telah syirik 66)
Tanya: Apa perbedaan iman dengan islam ?
Jawab: Iman itu dengan batinnya dan islam itu dengan zahirnya, tidak boleh terpisah antara keduanya, tidak sah islam itu kecuali dengan iman, tidak sah pula iman kecuali dengan islam,tidak disebut muslim orang yang tak beriman 67) yang tidak mengerjakan perintah dan menghentikan larangan,
...................................................................................................................................................................
59)  Syekh Haji Muhammad Wali Khalidy berkata: ini tauhid ‘arifin tiada wujud dalam zuknya.Pada hakikat,tapi ada hanya menurut pandangan syari’at,(Tanwirul anwar).sesuai Firman Allah: وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا  “adalah kamu itu mati” ,”( Al Baqarah 28).  Ibnu Katsir menjelaskan: قد كنتم عدمًا فأخرجكم إلى الوجود،  sesungguhnya kamu itu ‘adam( tiada). Maka Aku (Allah) yang mengeluarkanmu kepada Wujud.(Tafsir Ibnu Katsir juz 1 hal 121) yang dimaksud ‘adam adalah tidak ditemukan hakikatnya.ini berbeda dengan faham wahdatul wujud yang mengi’tiqadkan ‘Allah dan alam itu satu.Allah menzahirkan wujud menjadi alam” i’tiqad yang kacau,Allah itu Qadim sedang alam ini Muhaddas.bagimanapun Allah tidak akan menjadi alam,dan alam tidak akan menjadi Allah.

60)  Ini sifat ma’nawi bukan semua sifat Allah,yang mana sifat ma’nawi itu  artinya yang hidup,yang mengetahui,yang mendengar,yang melihat, yang berkata hanya Allah yang memilikiNya,dalil nya sangat banyak dalam Al Qur’an dan hadits,sifat yang zahir kepada makhluk adalah sifat ma’ni namanya,yang artinya dihidupkan diberi pengatahuan,dikehendakkan,diperdengarkan,dan seterusnya,adapun sifat Allah itu sangat banyak, sebab dijawab disini dengan sifat ma’nawi dan ma’ni karena sifat itu yang berbekas pada diri,,,

61) maksud sfat tuhan kepada hamba,Hamba diberi oleh Allah sifat melihat,mendengar,berkata dll,dalilnya sangat banyak terdapat dalam Alqur’an,seperti :
مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِضِيَاءٍ أَفَلا تَسْمَعُونَSiapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan cahaya terang kepadamu? Maka apakah kamu tidak mendengar?" ( Al Qashas 71).dan lagi Firmannya: أَفَلا تُبْصِرُونَ Maka apakah kamu tidak memperhatikan?" ( Al Qashas 72). Namun yang dimaksud diberi sifat itu bukan dipindahkan sifat Allah itu kepada hamba, ma’na bayang-bayang bukanlah satu adanya yang pengertiannya wujud alam ini adalah wujud Allah/pendengaran kita ini adalah pendengaran Allah dan penglihatan kita adalah penglihatan Allah,I’tiqat itu adalah I’taqad yang tergelincir,sebagaimana yang kita kenal dengan sebutan “Wahdatul wujud”yang artinya wujud yang satu,yakni satu wujudnya dengan wujud Allah,,,Wujud Allah itu qadim tidak berpemulaan,akhir tidak berkesudahan,tapi alam itu tidak qadim,kita termasuk alam,kita diawali dengan lemah kemudian kuat kamudian lemah kembali,itulah ma’na dari surat ( Al Baqarah 28).

62) Yang diamaksud mustahil bercerai bayang –bayang dengan yang punya bayang-bayang adalah,” mustahil sifat ma’ni itu bercerai dengan sifat ma’nawiNya.karena kalau bercerai berarti pendengaran kita, kitalah yang menjadikan,kalau begitu kenapa orang tuli itu tidak menjadikan pendengarannya sendiri,maka itu mustahil”,Misal /contoh yang diibaratkan kepada bayang-bayang kita dengan kita,yang diambil sebagai ibarat disini adalah tentang bekas sifatnya,bukan tentang wujudnya,kalau kita ambil ibarat tentang wujudnya(bayang-bayang) maka pengertianya, kita ini bayang-bayang tuhan, kemanapun tuhan maka otomatis kita mengikutinya,apapun yang dilakukan tuhan maka kita meniru perbuatannya seperti bayang bayang kita mengikuti kelakuan kita, kemana kita pergi dan apapun yang kita lakukan,kita adalah makhluk allah yang kehidupan kita sangat jauh berbeda dengan kehidupan allah, maha suci allah dari mempuyai bayang,tak sepatah katapun dalam alqur’an/hadits menyebut alam ini adalah bayang –bayang tuhan dan tidak pula kehidupan allah itu diberikannya kepada alam,Ahli thariqat menuturkan ibarat ini dengan sebuah pepatah, Putuih ilmu banasakah, Putuih thariqat baibarat,Maksudnya ,matangnya ilmu berbekas pada jiwa, matangnya thariqat ber ibarat, Itulah ibaratnya untuk mendekatkan faham. 
63) Tajali itu artinya meliputi,bekasnya nyata pada makhluk,bukan pindah/foto copy sifat tuhan pindah menjadi sifat makhluk,atau sifat tuhan adalah  sifat makhluk ini,akan tetapi berbekas sifat tuhan itu nyata pada makhluk . bukan kembar,bukan pula satu adanya,tapi adanya makhluk menunjukan adanya sang khaliq, Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits Qudsi:”“Tidak suatu amalan pun yang mendekatkan hambaku kepada-Ku yang lebih aku cintai selain dari amalan yang aku wajibkan kepadanya, dan hambaku itu tetap akan mendekatkan diri kepadaku dengan amalan-amalan sunnat hingga aku mencintainya,apabila aku telah mencintainya maka aku menjadi alat pendengarannya saat ia mendengar,dan aku menjadi penglihatannya saat ia melihat, dan menjadi tangannya saat ia bekerja,dan menjadi kakinya saat ia berjalan,jika ia meminta kepadaku pastilah akan aku kabulkan jika ia berlindung kepadaku pastilah aku lindungi” (HR. Bukhari-Arba’in Nawawi no 38).yang dimaksud Aku menjadi tangannya saat ia bekerja adalah menyertai dan meliputi ,memelihara,dan mengkuasakan,Firman Allah:
 فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى tidaklah engkau yang membunuh mereka tetapi Allah yang membunuhnya, dan tidaklah engkau yang melempar saat engkau melempar, malainkan Allah yang melempar. (Al Anfal 17)

64) ini telah melewati batas I’tiqat Ahlussunah wal Jamaah,kalau teri’tiqatkan semua perbuatan dan ikhtiar itu dari tuhan tidak ada sedikitpun dari makhluk apalah artinya tuhan dan apa artinya makhluq,apakah tuhan itu pernah berzina,yang mana berzina itu perbautan makhluk,apakah tuhan itu pernah buang air besar, apakah tuhan pernah tidur,apakah tuhan pernah azan dan qamad dimasjid,,,? ini faham yang kacau,begitulah faham Jahal bin Safwan tokoh utama kaum Jabariyah,yang disebut dalam ( I’tiqat Ahlussunah wal jamaa’ah oleh KH sirajuddin Abbas pada bab Jabariyah hal 245) walau hanya sekedar I’tiqat bagi ‘ammah atau zuk bagi ‘arif,itu tidak sah menjadi jawaban tauhid af’al.
65) maksudnya ter‘itiqatkan bukan sangka,karna sangka itu waham yang menjadi sifat manusia yang lemah ,kalau teri’tiqatkan yang seperti itu hanya makhluk saja tidak ada urusan Allah dalam usaha kalaulah bukan karena makhluk usaha itu tidak akan jadi,,kalulah tidak karena dokter itu yang mengobati pastilah tidak akan pernah sembuh,maka itu benar syirik,karena yang akan menyembuhkan itu hanya  Allah,
66) Hati-hati dengan kata syirik,Yang syirik itu menduakan ‘Afal Allah,Firman Allah: وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ  “Aku yang menjadikan kamu dan apa yang kamu kerjakan,(Allah juga yang menjadikan)”,( As Shafat 96).Ibnu katsir Mentafsirkan ayat ini dengan
persamaaan “الذي ”dengan kalimah  مَا dengan kalimah seperti ini والله خلقكم والذي تعملونه  “Allah yang telah menjadikan kamu dan apa(zat) yang kamu kerjakan/usahakan itu”, karena مَا masdar dan الذي isim mausul sederajat ma’nanya  kedua kata itu adalah Lazim, (Tafsir Ibnu Katsir juz 7 hal 26),, kalau teri’tiqatkan Allah yang menjadikan seperti alam semesta,dan makhluk juga ada yang menjadikan,seperti menjadikan nasi dari beras,maka itu namanya menduakan af’al Allah,pada ayat diatas telah diterangkan bahwa Allah yang menjadikan dan kamu yang mengerjakan(iktiar),walu sering diucapkan dalam kehidupa sehari-hari,seperti “saya menbuat air teh”,namun hakikat sebenarnya “saya mengaduk air dengan teh”,,,,,
Mengesakan af’al Allah itu adalah: Allah yang menjadikan benda apa saja di alam ini,tidak ada selain Allah yang menciptakan,manusia hanya mengerjakan yang telah diciptakan Allah itu, dan kekuatan yang kita gunakan untuk bekerja itu Allah juga yang menciptakan, bukan makluk yang menciptakan kekuatannya sendiri, bukti  ikhtiar atau usaha itu ada pada makhluk sebagaimana Firman Allah:
الْيَوْمَ تُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ لا ظُلْمَ الْيَوْمَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ”Pada hari qiyamat setiap diri menerima balasan  menurut yang diusahakannya, Tidak dianiaya diri pada hari itu. Sesungguhnya Allah menghisab sangat cepat” ( Al Mu’min 17).bukanlah Allah pula yang punya usaha seperti yang difahami oleh kaum jabariyah, karena (usaha)pekerjaan Allah tidak ada yang membalas,dan lagi Firman Allah:
 لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ “Bagi manusia  itu balasan apa yang diusahakannya, dan atas manusia  itu hukuman apa yang diusahakannya”,( Albaqarah 286)
Pada ayat ini jelas usaha itu ternistbat kepeda manusia bukan kepada Allah,jika Allah jua yang berusaha maka sipakah yang membalasnya dan siapakah yang akan menghukumnya,,? Singkat kata usaha itu Allah yang menciptakan manusialah yang mengerjakan dengan izin Allah, Allah yang memutuskan berhasil atau tidaknya usaha itu manusia berikhtiar melakukan yang terbaik,Allah yang berkuasa segalanya manusia menerima keputusan Allah,begitulah faham Ahlussunah wal Jamaah .jika tersangka atau teri’tiqatkan ada kekuasaan bagi makluk dalam memperbuat disamping kekuasaan Allah juga ada yang memperbuat itu namanya syirik.seperti Allah berkuasa menjadikan gunung,manusia juga berkuasa meruntuhkan gunung itu,itu namanya syirik Af’al Allah,kerena Allah yang mengizinkan runtuhnya gunung itu,walau tampa usaha manusia,gunung itu bila tiba saatnya akan runtuh jua.seperti itu pula hujan yang diturunkan Allah,tidak ada seorangpun yang bisa menghentikannya meliankan izin Allah.walau tampa tankal hujan dan segala macamnya dari manusia,bila tiba saatnya hujan itu akan berhenti juga,siapakah yang mampu melawan Allah,,,,? Jangankan Allah malaikat maut saja gak seorangpun yang mampu melawannya,,,,.
“Al-A’masy dari Yazid Ibnul Asham, dari Ibnu Abbas. Rasulullah bersabda:

 أَجْعَلْتَنِي مَعَ اللهِ عَدْلاُ ( وَفِي لَفْظٍ نِدًّا ) لاَ بَلْ مَا شَاءَ اللهُ وَحْدَهُ
                “Apakah kamu menjadikan aku bersama Allah sebagai bandingan? (dalam suatu lafazh setara?). Tidak, tetapi suatu kehendak Allah sendiri.” (HR.Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad  787),dan ( Ibnu Majah (2117),

67) Maksudnya muslim yamg sempurna,kesimpulannya iman itu Roh dan islam itu tubuh(syari’at) karena yang diseru allah untuk berpuasa bulan ramadhan dan mendirikan shalat adalah orang yang beriman,agar menjadi orang islam yang sempurna.ya’ni orang yang bertaqwa.sesuai Hadts sahih Riwayat Muslim dari Umar,tentang iman, islam dan ihsan seperti yang telah diterangkan pada bab diatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pembaca terbaik meninggalkan secuil komentar ilmiah,.,.,.silahkan